BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkataan
“konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution,
kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua
berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi
memiliki arti; permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada
umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu negara
dimulai dari konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti
juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata
negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris
menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional
Law didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi
lebih menonjol.
Dengan demikian
suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental
untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang
fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah.
Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan
untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Konstitusi itu?
2. Bagaimanakah sejarah konstitusi di indonesia ?
3. Apakah fungsi konstitusi ?
4. Bagaimanakah amandemen UUD 1945 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi
dalam pengertian luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar. Konstitusi dalam pengertian sempit berarti piagam dasar atau
undang-undang dasar (Loi constitutionallle) ialah suatu dokumen lengkap
mengenai peraturan dasar negara.sedangkan menurut EC Wade Konstitusi adalah
naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan suatu
negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut dan menamakan
undang-undang dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.[1]
B. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu :
1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua
ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau
undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan,
pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta
perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang
dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir
semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan
jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah
lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa
sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu,
salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan
negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara
ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan
perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan
(eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain
mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi
dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over
Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan
(bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van
Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan
karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan
pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis
kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk
melaksanakan hukum.
Wirjono
Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung
gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi
jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa
keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.[2]
Berdasarkan
teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi
atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga
tersendiri yaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
6. kekuasaan memeriksa keuangan Negara
- Fungsi Konstitusi
Berbicara
mengenai konstitusi, maka kita tak akan lepas dari fungsi konstitusi itu
sendiri, Dan di antara fungsi daripada konstitusi adalah
1. menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu
fungsi konstitusionalisme;
2. memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
3. sebagai instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari
pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam
sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara;
Sifat
Konstitusi 1. Formil dan materiil; Formil berarti tertulis. Materiil dilihat
dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara.
(sama dengan konstitusi dalam arti relatif). 2. Flexibel dan rigid, Kalau rigid
berarti kaku suliot untuk mengadakan perubahan sebagaimana disebutkan oleh KC
Wheare Menurut James Bryce, ciri flexibel : Elastis, Diumumkan dan diubah sama
dengan undang-undang dan Tertulis dan tidak tertulis.[3]
D. Amandemen
UUD 1945
Konstitusi
suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus
memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi
jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang
demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya.
Adakalanya
keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara
yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi
dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung
ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya
dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya
ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia
dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara
keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua
negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah,
maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain,
amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini
dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F
Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:[4]
1. Perubahan
konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang
dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui
tiga macam kemungkinan.
- Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
- Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
- Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi
yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk
mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu
mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit.
Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang
diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat
menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang
telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul
perubahan diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan
konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara
bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan
persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena
konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara
negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara
serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir
berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula
berasal dari negara-negara bagian.
4. Perubahan
konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu
lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini
dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada
kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya
mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan
perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan
perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut.
Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang
sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen
mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri negara
tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu :[5]
1) Perubahan yang
dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang dilembagakan oleh
konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante, yaitu suatu
organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan
konstitusi
2) Dalam sebuah
negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui oleh dewan
perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Di Indonesia,
perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga
sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode
yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
Undang-undang
Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
- Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
- Batang Tubuh (isi) yang meliputi : 16 Bab, 37 Pasal, 4 aturan peralihan, 2 Aturan Tambahan dan Penjelasan
UUD 1945
digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada 27
Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga
saat ini.
Hingga tanggal
10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD
1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen
ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7,
9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2)
dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a) Pasal 5 ayat
(1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR; Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang kepada DPR.
b) Pasal 7
berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali; Diubah menjadi : Preseiden dan
wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa
jabatan.
c) Pasal 14
berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi, Diubah
menjadi :
1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d) Pasal 20 ayat 1
: Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR; Diubah menjadi : DPR
memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus
2000;
Pada amandemen
II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18 ayat
(1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3),
20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat
(3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3),
28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat
(1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
e) Pasal 20
berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR; Diubah menjadi
: Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.
f) Pasal 26 ayat
(2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara ditetapkan
dengan Undang-undang, Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia
dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia,
g) Pasal 28 memuat
3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9
November 2001;
Pada amandemen
III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1 ayat
(2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan
(5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat
(4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat
(1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5),
24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
h) Pasal 1 ayat
(2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR, Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat
i) Pasal 8 ayat
(1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli; Diubah menjadi : Calon
Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak
kelahirannya
j) Pasal 24
tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
k) Pasal 24B:
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung
l) Pasal 24C :
mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut
amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR
bertugas mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen
IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2
ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31
ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d
(4), 37 ayat (1) s/d (5),
Beberapa
perubahan yang penting adalah :
m) Pasal 2 ayat
(1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan menurut
aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang; Diubah menjadi : MPR terdiri
atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.
n) Bab IV pasal 16
tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah menjadi : Presiden
membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-undang
o) Pasal 29 ayat
(1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal ini tetap
tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
p) Aturan
Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD
1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah
mengalami perubahan sebagai berikut :
1) Pasal 1 ayat
(2):
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan
tertinggi) di Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan,
MPR bukan Lembaga tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang
bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil
Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan
datang.
2) Pasal 2 ayat (1):
MPR terdiri dari :
a. Dewan Perwakilan
Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
b. Dewan
Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang
memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika Serikat; Anggota DPR
dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh
rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan DPD
sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari
MPR. bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia,
melainkan rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
3) Pasal 5 ayat
(1):
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
(Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang
4) Pasal 6 ayat
(1) dan 6A:
Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli,
tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
(bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
5) Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang
jabatan selama paling lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang
jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
6) Pasal 14:
Presiden memberi :
DAFTAR PUSTAKA
Miriam Budiardjo, Miriam B dkk. Dasar-dasar
ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
makalah Prof. Jimly Asshiddiqie, Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi
Dahl, Robert A, 1982, Dilemma
Demokrasi Pluralis, Terj. S. Simamora, Jakarta:
C.V. Rajawali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar